Minggu, 21 November 2010

Paku…paku pagar

Paku…paku pagar

Suatu ketika, ada seorang anak laki-laki yang bersifat pemarah. Untuk mengurangi kebiasaan marah sang anak, ayahnya memberikan sekantong paku dan mengatakan pada anak itu, untuk memakukan sebuah paku di pagar belakang setiap kali dia marah …
Hari pertama anak itu telah memakukan 48 paku ke pagar setiap kali dia marah … Lalu secara bertahap jumlah itu berkurang. Dia mendapati bahwa ternyata lebih mudah menahan amarahnya daripada memakukan paku ke pagar tersebut.
Akhirnya, tibalah hari dimana anak tersebut merasa sama sekali bisa mengendalikan amarahnya, dan tidak cepat kehilangan kesabarannya…. Dia memberitahukan hal ini kepada ayahnya, yang kemudian mengusulkan agar dia mencabut satu paku untuk setiap hari dimana dia tidak marah….
Hari-hari berlalu dan anak laki-laki itu pun, akhirnya memberitahu ayahnya bahwa semua paku telah tercabut olehnya. Kemudian, sang ayah menuntun anaknya ke pagar. “Hmm, kamu telah berhasil dengan baik anakku, tapi… lihatlah lubang-lubang di pagar ini. Pagar ini tidak akan pernah bisa sama seperti sebelumnya… “Ketika kamu mengatakan sesuatu dalam kemarahan… Kata-katamu meninggalkan bekas seperti lubang ini … dihati orang lain”….
Kamu dapat menusukkan pisau pada seseorang, lalu mencabut pisau itu kembali… Tetapi tidak peduli beberapa kali kamu minta maaf, luka itu akan tetap ada … DAN luka karena kata-kata adalah sama buruknya dengan luka fisik

Waktu yang Tepat

Jaman dahulu kala, ada dua orang pendekar yg sangat ahli bela diri.
Yg satu seorang pria dgn kemahiran berpedang yg tiada tandingan. Seorang lagi adalah wanita tercantik dgn ilmu bela diri yg hebat serta memiliki hati yg baik. Keduanya adalah pasangan yg sangat cocok satu sama lain. Hanya ada satu masalah....

Mereka tidak pernah menyatakan perasaan masing-masing.
Keduanya saling menghargai, menyukasi serta mencintai satu
sama lainnya.

Hanya karena keduanya berasal dari perguruan yg saling bermusuhan, serta karena sang pria telah berjanji menganggap sang wanita sebagai adik karena sahabatnya, yg dahulu hampir menikah dgn sang gadis, sebelum meninggal memintanya menjaga sang gadis.

keduanya menjaga & menahan perasaan mereka selama puluhan tahun, sementara mereka bersama membasmi kejahatan, berpetualang ke tempat berbahaya & mengadu nyawa bersama.

Keduanya menyimpan perasaan walaupun keduanya tahu perasaan masing-masing.

hingga suatu hari, ketika bertarung, sang pria terkena pisau & tak akan tertolong lagi karena lukanya terlalu parah.

sang gadis menagis menemuinya, tak mampu berkata apa-apa...
sang pria hanya memiliki beberapa waktu lagi didunia. nafasnya hanya tinggal beberapa hembusan saja.

Dan disaat sebelum menghembuskan nafasmua yg terakhir, akhirnya sang pria menyatakan cintanya pada sang gadis. 'aku mencintaimu. Hanya kamu, dari dulu."

Dan sang gadis hanya mampu meratapi kepergian sang pria yg dicintainya sejak dulu.


Terkadang kita memiliki kesempatan untuk menyatakan perasaan pada seseorang yg kita sayangi. Namun karena perasaan takut, malu, takut ditolak, ataupun hal-hal yg bermacam lainnya, kadang kita malah menguburkan perasaan itu.
Hati manusia adalah organ tubuh satu satunya yg diberkati tuhan untuk merasakan kapan waktunya kita untuk menyimpan sesuatu... kapan saatnya kita jujur dgn perasaan kita.

jangan tunggu waktunya berlalu & kita hanya berteman dgn kenyataan kesempatan berlalu dari depan mata, seperti kedua pasangan pendekar diatas...